Telah tercatat dalam sejarah Islam Klasik, bahwa pengembangan keilmuan hukumnya adalah wajib bagi setiap Muslim apapun jenis ilmunya. Khazanah keilmuan ini seharusnya tidak mengenal adanya pemisahan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya seperti halnya ilmu agama dengan ilmu sains atau non agama. Pada dasarnya, semua ilmu adalah satu, sebab berasal dari “sumber ilmu” yang satu. Karenanya, antara ilmu agama dengan ilmu umum tidaklah bertentangan dan berkaitan satu sama lain yang akan melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan bagi manusia.

Kemajuan dalam bidang sains dan pengetahuan bagi kehidupan manusia tentu memerlukan arah dan pedoman. Dalam hal ini, agama merupakan pedoman bagi kehidupan manusia yang akan melahirkan ketenangan dengan nilai-nilai keagamaannya. Agama merupakan pembentuk akhlak manusia, disisi lain manusia tidak akan hidup berkembang tanpa adanya sains. Oleh karena itu, antara ilmu sains dan agama sangatlah berhubungan dan melengkapi satu sama lain. Tentu, sains akan sempurna kalau manusia memiliki agama apalagi jika diikuti oleh sains akan semakin mendalam dan terang.

Pendidikan sekolah dan pondok pesantren merupakan dua institusi pendidikan yang berbeda dengan kajian bidang yang berbeda pula. masing-masing memiliki keunggulannya. Apabila kedua keunggulan itu digabungkan akan menjadi kekuatan pendidikan yang mampu menghasilkan generasi muda yang unggul. Namun, yang menjadi persoalan adalah adanya istilah dikotomi antara pondok pesantren dengan pendidikan sekolah, bahwa lembaga pendidikan memiliki konsentrasi dan orientasi yang berbeda seolah-olah tidak bisa bersatu dalam satu wadah.

Sekolah berbasis pesantren merupakan salah satu model pendidikan Islam yang di dalamnya menggabungkan dua sistem sosial, yakni pondok pesantren dan pendidikan sekolah. Pada umumnya, penggabungan dua sistem sosial ini bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berlandaskan pada iman dan takwa sekaligus mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu berperan dalam sistem sosial kemasyarakatan. Upaya penggabungan pendidikan sekolah formal dengan pondok pesantren dianggap mampu menghasilkan sistem pendidikan yang lebih kuat. Penggabungan ini dalam filsafat dikenal dengan istilah integrasi-interkoneksi, yakni upaya penggabungan dan penyambungan dari berbagai ilmu umum dengan ilmu agama.

Gagasan keilmuan integratif-interkonektif merupakan gagasan yang dicetuskan oleh salah satu tokoh intelektual di Indonesia, yakni Amin Abdullah. Muhammad Amin Abdullah lahir di Margomulyo, Tayu Pati, Jawa Tengah pada tahun 1953. Dalam pemikiran Amin Abdullah, ia mengatakan bahwa dikotomi keilmuan Islam dan umum merupakan salah satu sumber dari kegelisahan akademik yang mampu memasung pemikiran Islam. Seringkali, kajian agama dianggap tidak ilmiah oleh ilmu umum dan agama. Seringkali agama memandang ilmu umum sebagai kebenaran yang tidak harus diikuti sebab tidak datang dari Tuhan. Pemikiran tersebut dianggap sebagai dasar dari kemunculan pemisahan ilmu umum dan ilmu agama. Kehadiran model sekolah berbasis pesantren inilah yang menjadi salah satu bentuk implementasi untuk mengatasi dikotomi antara keilmuan Islam dan umum.

Sama halnya dengan fakta anggapan ilmu umum yang tidak harus diikuti juga sama dengan kajian agama yang dianggap tidak ilmiah oleh ilmu umum. Asumsi itulah yang menurut pemikiran Amin Abdullah merupakan akar masalah dari pemisahan ilmu umum dan ilmu agama. Pandangan tersebut terjadi karena pola pikir bahwa agama dan ilmu umum merupakan dua sumber kebenaran yang berdiri sendiri.

Dalam hal ini, Amin Abdullah memberikan solusi dalam mengatasi relasi dikhotomik antara ilmu umum atau sains dengan Islam, yakni:

  1. Islamisasi ilmu, yakni kesatuan antara eksistensi Tuhan-alam-manusia dan theistic sains.

Merupakan istilah umum bahwa Islam adalah sesuatu yang sakral, steril dari pengaruh luar sehingga tidak bisa diubah. Sedangkan ilmu umum merupakan suatu yang profan dan tidak steril dari pengaruh luar serta sifatnya berubah-ubah. Islamisasi ilmu bisa dilakukan dengan memasukan kandungan metafisik dan etik religius ke dalam ilmu-ilmu umum sehingga memiliki ciri islami.

  1. Saintifikasi (pengilmiahan) Islam

Islam merupakan sekumpulan pengetahuan terkait dengan banyak hal tentang manusia, alam, dan Tuhan yang belum bermuatan ilmiah, melainkan masih sebatas ajaran. Sebab hal tersebut, saintifikasi Islam berupaya untuk mengilmiahkan setiap ajaran Islam untuk menyajikan Islam sebagai pengetahuan ilmiah, bukan hanya sebatas ajaran.

Dalam hal ini, sistem pendidikan sekolah berbasis pesantren merupakan salah satu bentuk aplikasi dari gagasan Amin Abdullah. Dalam pelaksanaannya, sekolah berbasis pesantren merupakan suatu model pendidikan integratif yang menggabungkan sistem persekolahan dengan pendidikan pesantren. Pendidikan persekolahan menonjolkan pengembangan kemampuan sains dan keterampilan. Sementara pendidikan pesantren mengunggulkan pengembangan sikap dan praktik keagamaan, kemandirian dalam hidup, serta peringkatan moralitas.

Model pendidikan sekolah berbasis pesantren merupakan wadah dari perwujudan solusi dalam mengatasi relasi dikotomik antara ilmu umum atau sains dengan Islam. Hal ini karena, di dalam model pendidikan sekolah berbasis pesantren, siswa-siswa akan mengamalkan apa yang disebut dengan islamisasi ilmu dengan memasukan kandungan metafisik dan etik religius ke dalam ilmu-ilmu umum yang diajarkan di sekolah. Walhasil, ilmu-ilmu umum tersebut memiliki ciri islami. Selain itu, saintifikasi Islam yang berupaya untuk mengilmiahkan setiap ajaran Islam dan  menyajikan Islam sebagai pengetahuan ilmiah bukan hanya sebatas ajaran, tetapi juga tersaji dalam model pendidikan berbasis pesantren ini.

 

Penulis:

Hanifatunnisa’

(Kelompok 4) Lomba Pra-Haflah 2024