Menjadi seorang tokoh maupun idola di masyarakat muslim kini bukan lagi menjadi hal yang asing atau sulit untuk didapatkan bagi sebagian orang. Menjadi seorang qori’, menjadi seorang hafidz, menjadi ahlul kitab, menjadi vocalis sholawat, bahkan menjadi seorang kyai maupun ustadz bisa saja didapatkan dengan mudah. Tergantung dari usaha dan juga didorong oleh bakat yang ia miliki. Pastinya ia yang terlebih dulu punya bakat dalam bidang tertentu punya ambisius lebih untuk mengembangkan bakatnya, didorong dengan usaha sekuat tenaga, bahkan bila perlu harta maupun nyawa lah yang akan jadi korbannya, dan hal itu hanya demi cita-cita mulianya agar bisa menempati profesi yang diidamkan.

Setelah mengalami beberapa fase sulit bagi seorang pejuang cita-cita tentu ia akan mendapatkan titik temu dari usahanya, yakni keberhasilan yang sudah ia raih. Rasa syukur kepada Sang Pemberi Keberhasilan, tentu akan menyelimuti hatinya. Rasa bahagia yang tak terkira sudah pasti tak akan mampu diungkapkan dengan kata-kata indah apapun. Tapi tidak banyak juga mereka yang menempati profesi-profesi tersebut namun tidak semata-mata niat berdakwah karena Allah SWT, tapi untuk mendapatkan popularitas di tengah-tengah masyarakat, mendapatkan pujian, bahkan diniatkan untuk mencari harta benda dunia. Pastinya hal tersebut sangat tidak dibenarkan dalam agama. Karena sebaik apapun amal itu, jika tidak didasari dengan niat yang tulus karena Allah, dan hanya untuk mendapatkan kesenangan dunia, ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan itu. Amal akhirat yang menjadi prioritas utama sudah tidak ia perdulikan lagi.

Dalam menyikapi hal ini, ada  hadits yang menerangkan tentang betapa pentingnya menjaga niat :

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

 

 

Yang artinya :

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :” Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Tidak hanya niat di dalam menjalankan sebuah profesi. Tapi kegiatan maupun sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari perlu kita perhatikan. Apakah niatnya masih salah atau sudah benar ?

Contohnya saja sekarang banyak orang yang menyukai sholawat, banyak sekali majelis-majelis sholawat yang hadir di tengah masyarakat. Banyak masyarakat yang hadir untuk ikutserta. Tapi apakah niat kita berangkat itu semata-mata karena untuk mendapatkan syafa’at Baginda Besar Nabi Muhammad SAW dan ridlo Allah?. Atau karena menyukai vocalisnya yang ganteng atau cantik? Atau malah supaya kita bisa cuci mata untuk melihat orang yang hadir di majelis itu?hehehe.. Lalu dari kaum hawa yang sekarang sudah banyak berhijrah menuju pakaian yang syar’i dan muslimah, berlomba-lomba untuk membeli banyak pakaian muslimah, bahkan banyak yang dulu belum berjilbab, kini berjilbab secara tiba-tiba. Namun apakah ia berniat menutup aurat semata karena perintah dari Allah atau hanya karena mengikuti trend fashion yang kini sedang naik daun?. Tentu tidak salah kita menyukai hal-hal di atas. Karena hal-hal di atas lumrah dialami oleh setiap orang khususnya kaum hawa, tapi jangan sampai hal tersebut menjadi niat utama kita, tapi anggaplah sebagai bonus atas niat kita untuk menggapai Ridlo dari Allah SWT.

Maka dari itu, apapun profesi maupun kegiatan yang sedang kita lakukan jangan sampai kita salah niat. Niat yang jelek pasti akan kembali ke kita dengan hal-hal yang jelek juga, begitu sebaliknya. Tapi niatilah karena Allah, niatkan untuk menghidupkan agama Allah, niatkan untuk Li i’lali kalimatillah, untuk menggapai ridlo-Nya dan demi kemanfaatan seluruh umat muslim dan seluruh umat manusia. Walau tidak bisa dipungkiri, menjaga niat agar tetap baik memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi jika sudah kita niati sungguh-sungguh dan kita latih mulai sekarang, niat baik itu akan berjalan dengan sendirinya sesuai kata hati kita yang paling dalam. ( Nisa)

(Sumber rujukan kitab : Arba’in Nawawi )