Kitab : Tanbighul Ghofilin
Bab : Hikayah (Beberapa Cerita)
Hal : 227
Pembahasan :
Ada seorang buruh yang bekerja dengan sangat baik. Hasil kerja satu orang layaknya tiga orang. Abdullah (atasannya) membayarnya satu dirham dan satu daniq. Hari berikutnya Abdullah akan menambahi bayarannya, tapi buruh tersebut tidak mau. Suatu hari Abdullah menanyakan kabar buruh tersebut dan ternyata ia ijin kerja karena sakit perut. Abdullah pun menjenguknya di rumah kecil yang di dalamnya tidak ada apapun kecuali ranjang dan alat-alat.
Setelah Abdullah mengucapkan salam dan buruh tersebut menjawabnya, Abdullah berkata “Aku kemari memiliki maksud, kamu tentu tahu utamanya membahagiakan orang mukmin, aku kemari mengajakmu ke rumahku untuk ku-rawat”. Buruh menjawab, “Apakah kamu senang merawatku? “. Abdullah berkata “Ya”. Buruh pun mau dengan 3 syarat. “Pertama jangan memberiku makanan apapun kecuali aku yang meminta. Kedua jika aku meninggal maka kuburlah aku dengan slendang dan jubahku. Ketiga merupakan syarat terberat dan aku akan memberitahumu nanti”. Kemudian Abdullah menggendong buruh tersebut ke rumahnya dari dzuhur sampai subuh. Sesampainya di rumah buruh mengatakan syarat ketiga. “Waktuku (mati) sudah dekat, maka bukalah kantong lengan jubahku”. Abdullah pun membukanya, di dalamnya ada cincin dengan mata berlian hijau. Buruh meneruskan, “Andai kata aku mati dan kamu menguburku maka ambilah cincin ini dan berikanlah ke Presiden Harun Ar-rasyid. Katakanlah pada beliau pesanku, jangan sampai kamu mati sambil memikirkan dunia, maka kamu akan menyesal”. Tidak lama kemudian buruh tersebut meninggal.
Suatu hari Abdullah menemui Harun Ar-rasyid. Abdullah memberikan cincin tersebut dan Harun menanyakan asal cincin tersebut. Abdullah menceritakan kisah si buruh sehingga Harun menangis tersedu-sedu sambil memanggil “Oh buruh tani, buruh tani”. Abdullah pun menyampaikan wasiyat buruh. “Jangan sampai kamu mati sambil memikirkan dunia, maka kamu akan menyesal”. Kemudian Harun Ar-rasyid berdiri dan menjatuhkan dirinya, membolak-balikan kepalanya. Harun berkata “Hey anak kecilku, kamu memberi nasihat padaku baik waktu hidup maupun mati”. Abdullah membatin “Ternyata buruh tersebut adalah anak Harun Ar-rasyid”. Harun Ar-rasyid terus menangis tersedu-sedu.