Iya kenapa?
Penulisannya salah?
Masa’ sih?
Benar kok penulisannya
Yang benar bismillahirrohmaanirrohiim?
Itu tulisannya sudah benar kok….
Yasudah yasudah tulisan saya yang salah
Sengaja nulis salah?
Ya emang sengaja nulis salah…
Dosa?
Oooh gitu to?
Ya ya ya, anda yang benar kok
Maaf ya…
Assalamu’alaik teman sholeh dan belum sholehku, jaman sekarang ilmu agama bukanlah sesuatu yang exclusive, bahkan orang-orang dengan bebas mabuk agama di depan publik, membenarkan segala-nya dengan agama karena itu legal dengan dalih jika melawan mereka, maka melawan agama. Anda tahu kan konsekuensi melawan agama? Ya, anda dinyatakan “murtad / kafir”, dan tempat orang kafir di NERAKA. Sampai di sini anda sudah takut?
Untuk orang awam yang dinyatakan mereka menjadi kafir tentunya bukan hal yang menyenangkan, apalagi fatwa itu dari orang yang berjenggot dan berpakaian serba putih, mungkin anda langsung percaya bahwa saat itu anda menjadi kafir. Dan jika saat itu juga anda meninggal, maka jenazah anda tidak ada yang mengurus apalagi menyolati anda, kasian sekali anda (ha ha ha).
Segitu extreme-kah agama islam?
Bukankah Allah SWT mengutus baginda nabi agung Muhammad SAW tidak terkecuali untuk menjadi rahmat seluruh alam?
Jika melihat konteks kalimat pastinya pembacaan dijudul salah, tapi kalau melihat konteks dimasyarakat (terutama di pedesaan) kita tidak bisa semena-mena menyalahkan apa yang telinga kita dengar dari mulut mereka sedangkan niat beliau-baliau tentunya mengagungkan asma allah dan rosulullah, bukan untuk pamer seperti kita #eh
Kalau anda merasa bacaan beliau kurang tepat baik-nya anda simpan dalam pikiran, dan jika mampu / mempunyai wewenang silahkan ajukan pertanyaan anda kepada pembaca basmallah dengan baik dan santun, bukan membicarakan beliau, kalau kata orang bijak ~ a lot of problem in this world will disapear if we talk to each other instead about each other ~ artinya : install-lah google translate pada smartphone anda jika belum tahu arti-nya.
Mungkin anda pernah dengar cerita seorang alumni yang sowan ke kyai untuk silaturahmi, dan umum-nya di indonesia kalau sowan membawakan sesuatu untuk diberikan kepada kyai, akan tetapi alumni tersebut hanya membawakan sebuah nangka, itu-pun hanya setengah. Setelah hampir selesai sowan, sang alumni-pun meminta ijazah (doa) untuk diri-nya, karena ingin bergurau pak kyai-pun memberi ijazah “nangka separo” (buah nangka setengah), karena dianggap serius oleh alumni maka ijazah tersebut diterima-nya dan pamit pulang. Dalam perjalanan pulang, ternyata jembatan yang biasa dilalui si alumni ambruk karena banjir, dia-pun teringat ijazah guru-nya yaitu “nangka separo” dia lafadz-kan dan dengan mantap ia menyebrangi sungai dengan cara berjalan di atas air (cerita sampai selesai bisa anda cari di situs lain)
Lalu kesimpulannya apa?
Doa itu bukan di lisan, tapi di niat. Abu Nawas yang status-nya seorang wali saja ditolak doa-nya waktu bujang dulu karena menginginkan wanita cantik nan sholehah karena salah niat, sedangkan banyak orang-orang terdahulu ibadah-nya seadanya tapi istiqomah dan kadang salah (menurut pengelihatan manusia) tapi saat meninggal tanda-tanda beliau masuk surga ditampakkan
Saya menulis ini karena keprihatinan saya melihat banyak orang baru belajar agama yang ke-arab-araban dan merasa dirinya paling islami (seperti saya dulu ehm… ) Serta menyalahkan ibadah yang bercampur budaya karena tidak ada dasar-nya (bahasa keren-nya dalil) tanpa melihat struktural dalam “ritual agama” yang masyarakat lakukan.
Tenang saja, saya tidak akan menyalahkan anda saat anda mengkafirkan saya, karena saya tahu kita sama-sama masih dalam tahap pembelajaran, teruslah melakukan kesalahan karena itulah satu-satunya cara mencari kebenaran dan jangan pernah berhenti belajar, karena bisa jadi yang kita anggap benar saat ini adalah sebuah kesalahan, karena kebenaran hanya milik Allah SWT, wallahu a’lam bishawab.
Inspired by: ceramah K.H Marzuki Mustamar
A6