Oleh : Arina Hasbana, Salatiga.
Kulewati jalan jalan itu,
jalan yang penuh lika-liku,
jalan itu,
yang pernah ku tapaki bersamamu.
Sejenak langkah kaki ini berhenti,
tatkala melewati sepi,
yang selalu menghantui hati,
karena mengingat engkau yang kukasihi.
Masih di jalan itu,
masih,
masih,
dan mungkin akan selalu.
Kebingungan pun mulai merasukiku,
ketika aku sudah mulai bosan dengan aku,
yang melulu merindumu,
namun berarti semu bagimu.
Langit pun tahu,
tentang keluhku,
tentang cerita ceritaku,
yang semuanya itu tentangmu.
Ku beranikan diri untuk datang,
melawan kelam yang mencekam,
demi untuk kamu yang terkenang,
dalam relung hati yang suram.
Ku beranikan untuk berkata,
kata kata,
kata kata,
yang sejatinya tak ku punya.
Kau tahu ?
Ku sangat merindumu,
namun bukan kamu,
tapi kamu…yang dulu.
Biru,
dimana biruku ?
Apakah kau diburu ?
Atau justru berubah kelabu ?
Ku harap kau tahu,
bahwa aku,
masih setia menunggu,
sampai waktu berkata untuk bertemu.
Duhai Biru,
kamu,
biru ku,
aku merindumu.