Entah mulai dari jaman apa tulisan ini terpampang Dan tergantung di langit-langit gerbang masuk menuju pondok mahasiswa/i salaf (amiin) AL-muhsin nglaren, condong catur, depok, sleman. Walaupun besar adanya, akan tetapi banyak yang tidak menyadari tulisan besar tersebut (mungkin penempatannya yang kurang strategis) termasuk juga penulis saat pertama kali “diospek” dengan dipersilahkan memperkenalkan diri kepada santri tua #eh maksudnya santri lama oleh seorang ustadz -Jun- dan setiap santriwan memperkenalkan diri dengan ragu-ragu, mungkin pertama kali pegang mic. Ada yang berdiri dan ada pula yang hanya duduk karena udah takut duluan dan rasa panas dinginnya muncul, kikiki. Sesi perkenalan sangatlah mainstream karena yang diperkenalkan nama Dan asal tempat tinggal calon santri Al-muhsin, terkadang celoteh audien yang menanyakan tentang status (singgle, in relationship atau waiting for miracle XD) Dan rata-rata menjawab dengan malu-malu bahwa mereka JOMBLO #eh maksudnya bujangan (jadi santriwati nggak usah khawatir nggak kebagian :v) yang setidaknya memecah keheningan (lebih tepatnya kikuk) momen.
Dan ditanya Pula oleh Bapak -Rindrei- dengan logat khas ‘D E’ (temanggung) “POdo MAu pertanyaane, aPA YANG anda cari dii pondok AL-muhsin?” (Huruf besar : Nada tinggi), Dan ini kira-kira jawaban calon kang pondok secara berurutan ;
Kang 1 : nyari ilmu mas, ilmu agama
Kang 2 : nyari ilmu agama sambil kuliah
Kang 3 : nyari ilmu agama agar bermanfaat besok Kang
4 (penulis) : nyari ridho ke-2 orang tua, Dan Karena disini, diserahkan kepada Pak kyai (abah) maka ridhonya juga sebagai orang tua saya secara tidak langsung.
Kang 5 : nyari ridho guru.
Kang 6 DST : nyari ridho….
#penulis hanya bisa tersenyum kemenangan Karena jawabannya dicopy hampir seluruh calon santri (kecuali santri sebelumnya) B)
Jika diibaratkan ilmu itu bagaikan sebuah telur , ridho guru adalah seekor ayam petelur dan manfaat adalah telur yang menetas(anak ayam). Jika kita mencari sebuah telur mungkin akan lebih mudah daripada mencari ayamnya, karena kita hanya perlu mencarinya dan jika kita menemukannya dan hendak mengambilnya, kita tidak perlu mengejar-ngejarnya Karena telur(ilmu) tersebut tidak akan lari kemana-mana, tapi jika kita sudah mendapatkannya, kita harus bersusah payah menetaskannya dan tidak jarang kita gagal menetaskannya karena kita bukanlah seekor ayam yang dapat istiqomah mengeramkan telur hingga berminggu-minggu. Beda halnya jika kita mencari ayam(ridho guru) yang kita harus lebih bersusah payah, bukan hanya mencari akan tetapi juga menangkap (perasaan Dan perhatian) ayam tersebut Dan kadang pula ayam (ridho guru) tersebut pergi entah kemana-mana karena kesalahan kita karena kurang perhatian kita terhadap ayam tersebut. Tapi kalau ayam tersebut sudah menyukai kita, ia tidak akan lari kemana-mana walaupun kita melepaskannya dan tidak pernah memberi makan, ia akan dengan sukarela menelur ditempat yang kita sediakan dan bahkan menetaskannya untuk kita. Bahkan kita tidak hanya mendapatkannya sebuah telur yang menetas (manfaat), kita bisa mendapatkannya beberapa anak ayam (manfaat) dalam satu waktu. Jadi ubahlah motomu dari “semangat mencari ilmu” menjadi “semangat mencari ridho guru” terutama guru yang menganggap kamu adalah santrinya, karena guru seperti beliau-beliau yang akan lebih mengenang dihari kemudian. Akan tetapi jangan melupakan tujuan akhirmu bukanlah ayam tersebut tetapi tanpanya kamu akan lebih sangat bersusah payah.
A6