Pondok Pesantren Salafiyyah Al Muhsin merupakan pondok yang berada di tengah-tengah kota. Berdekatan dengan Jalan Ring Road Utara dan beberapa kampus ternama. Perihal program pondok bukanlah hal yang disembunyikan dari publik. Di sini, terdapat program yang wajib diikuti para santri baik putra maupun putri yaitu kajian kitab salaf meliputi bahasan akhlak, fiqih, nahwu hingga tauhid. Di samping itu, juga terdapat program yang sifatnya opsional yaitu tahfidz bagi santri putra dan putri.
Mengetahui sistem atau metode kegiatan merupakan hal yang diperlukan. Hal ini supaya tidak kaget saat sudah berhasil masuk sehingga meminimalisir adanya santri boyong. Nah, apa saja, kegiatannya. Yuk, simak berikut ini.
Secara keseluruhan, frekuensi pengajian dalam sehari ada 3 kali yang terbagi dalam dua jenis yaitu setoran (bisa disebut unda’an atau menambah hafalan) dan deresan (bisa disebut muroja’ah). Jadi, pengajian dalam sehari wajib ada setoran yang minimal satu halaman setiap diajukan. Untuk waktu kedua hal ini pada pagi hari sehabis pengajian bandongan kitab Tanbihul Ghafilin dan sehabis dhuhur. Pada dua waktu itu salah satunya setoran dan satunya lagi deresan bisa pagi atau siang. Namun, bagi santri yang kuliah atau berhalangan di salah satu dari kedua waktu itu, ada pilihan untuk mengaji dobel (maksudnya dobel mengaji setoran dan deresan) di pagi atau siang hari.
Kegiatan yang ketiga adalah deresan bersama antara santri tahfidz putra dan putri dengan dipimpin santri putra pada waktu sehabis maghrib hingga isya. Berbataskan satir yang meninggi, santri putri ikut menirukan bacaan. Pada deresan kali ini, juz yang dibaca bukan seperempat, tetapi 2 juz. Biasanya juz yang dibaca adalah perlima awal dan akhir. Misalnya, jika perlima awal yang dibaca juz 1, maka perlima kedua yang dibaca adalah juz 6 demikian seterusnya. Ketika yang dibaca juz 11 ke atas, tetapi ada santri yang juz-nya belum sampai maka akan berkelompok berdasarkan perolehan juz-nya. Hari yang dilakukan deresan bersama ini adalah Ahad malam Senin, Selasa malam Rabu, dan Rabu malam Kamis. Jadi selama sepekan sebanyak 4 kali. Berikut foto kegiatan deresan malam.
Demikian untuk kegiatan harian yang bisa dibilang berturut-turut. Masih ada kegiatan yang sifatnya sepekan dua kali. Kegiatan tersebut dilakukan pada setiap Jumat malam Sabtu dan Sabtu malam Ahad yang dilakukan simak-simakan antar dua santri secara bergantian. Juz yang dibaca berurutan dari juz 1 hingga juz 10 (untuk sementara) dengan yang dibaca hanya 1 juz. Jadi, misalnya santri A membaca perempat awal, maka santri kedua membaca perempat kedua. Demikianlah seterusnya hingga satu juz selesai dibaca.
Kegiatan mingguan lainnya adalah deresan 5 juz-an yang dilakukan pada hari Sabtu dan Ahad pagi. Nah, jadi bagi santri tahfidz ada kewajiban untuk mengikuti majlis deresan. Pada hari Sabtu, juz yang dibaca adalah juz 1-5. Sedangkan pada hari Ahad juz yang dibaca adalah juz 6-10. Untuk sementara memang belum naik juz karena menyesuaikan dengan pendapatan hafalan santri. Adapun waktunya, mulai dari sehabis ngaji bandongan Abah, hingga selesainya, kira-kira jam 08.00 atau 08.30 bergantung kecepatan mengaji juga. Nah, untuk pembacaannya biasanya bergiliran antar santri yang masing-masing mendapat jatah membaca seperempat juz. Pergantian terus berlangsung hingga akhir. Untuk mendukung tenaga dan pikiran, tentunya di sesi tersebut ada IN-nya alias snack agar tidak loyo.
Demikianlah kegiatan santri tahfidz di Al-Muhsin. Pertimbangkan untuk kepadatan kegiatannya agar tetap bisa bertahan hingga akhir perjuangan. Memang, tampak berat saat di awal-awal, tetapi saat sudah terbiasa semuanya akan terasa ringan. Jadi, kalau ada pertanyaan, “kok berat banget sih, jadwalnya sangat tidak ramah mahasiswa.” Pertanyaan tersebut mungkin saja muncul di benak calon santri. Tidak lain, tujuan dibuatnya kegiatan tersebut adalah karena keprihatinan Ibu Nyai atas beberapa santri yang mungkin saja meninggalkan muroja’ah. Tidak bisa dipungkiri, kegiatan kuliah memang sangat menyita waktu untuk sejenak pun muroja’ah. Dengan adanya deresan bareng-bareng, selain yang mandiri, Ibu Nyai berharap qur’an-nya masih terjaga. Hal ini karena mengambil jalan penghafal Al-Qur’an bukan sekadar untuk mencari gelar semata, tetapi benar-benar menjaga lafadz-lafadz Al-Qur’an hingga akhir hayat. Jika di-muroja’ah saja tidak pernah, bagaimana hafalan bisa tetap terjaga (Zul).
Divisi Komit (Komunikasi Informasi dan Teknologi)