Kematian merupakan suatu keniscayaan, tidak satupun yang bernyawa dapat luput dari cengkeramannya. Namun, keniscayaan itu semestinya tidak menjadikan kita pesimis. Apalagi jika kita harus yakin bahwa kematian mengantarkan kita kembali kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Hal ini merupakan sebuah kutipan awal dalam bukunya Quraish Shihab, “Kematian adalah Nikmat”.
Kematian sendiri merupakan sebuah entitas pasti dalam ranah kehidupan kita sebagai makhluk hidup. Sebelum menilik tentang kematian itu sendiri pernahkah kalian berfikir bahwa eksistensi kita di dunia ini juga merupakan sebuah privilege yang diberikan oleh Tuhan? Sayangnya terkadang kita lupa bahwa anugerah yang kita jalani hari ini merupakan sebuah termin yang harusnya membuat semakin meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan. Namun dalam tataran praktiknya, seperti halnya ditengah lika-liku zaman dewasa ini, banyak sekali arus yang menjerumuskan manusia menuju arah negatif-dekstruktif. Banyak aspek multidimensi sebagai manusia yang semakin mengalami demoralisasi.
Untuk itu, perlu kita memandang kembali makna kehidupan yang ujungnya ialah kematian, sebagaimana pandangan kematian dalam khazanah kehidupan setiap orang pasti berbeda-beda perspektif. Oleh sebab itu, ketika kita menyantuni ruh keislaman dalam memandang kematian, kita bisa menilik salah satu gambaran pandangan kematian dalam kitab Lubabul Hadits ditulis oleh Imam Syekh Jalaluddin bin Kamaluddin as-Suyuthi bab 32 tentang keutamaan mengingat kematian. Dalam bab itu ada pembahasan tentang kematian yang menarik dan penting salah satunya ialah:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ : ﺍﻟﻤَﻮْﺕُ ﺟِﺴْﺮٌ ﻳُﻮﺻﻞُ ﺍﻟﺤَﺒِﻴﺐَ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤَﺒﻴﺐِ
Nabi Muhammad SAW bersabda: Kematian itu jembatan yang menyambungkan seorang kekasih kepada kekasihnya.
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ : ﻛُﻦْ ﻓﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴﺎ ﻛﺄﻧَّﻚَ ﻏَﺮِﻳﺐٌ ﺃَﻭْﻋَﺎﺑِﺮ ﺳَﺒِﻴﻞٍ ﻭَﻋُﺪَّ ﻧَﻔْﺴَﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﻘُﺒُﻮﺭِ
Nabi Muhammad SAW bersabda: Jadikanlah dirimu di dunia seakan-akan seorang pengembara (orang asing) atau orang yang lewat dan anggaplah dirimu dari penghuni kubur.
Pandangan dalam hadis tersebut seharusnya mampu membawa kita untuk lebih menyadari substansi kita hidup didunia dan bagaimana seharusnya umat muslim memandang kematian itu sendiri. Ada sisi dimana hidup sebelum kematian itu menjadi sebuah nihilisme, tetapi dalam aspek yang lain agamapun memberikan penguatan pentingnya hidup di dunia. Bukan hanya sebagai aspek heroik kita sebagai manusia untuk menuju akhirat saja tapi juga sebuah perjalanan ketiadaan sebagai jalan mendalam yang dipenuhi oleh rahmat Tuhan.
Psikologipun juga memberikan pandangan manusiawi terhadap kematian mulai dari pendapat Carl Jung tentang agama yang memandang bahwa ada hubungan erat antara kematian dan perilaku religious. Tanpa menampik pula bahwa ada sebuah negasi positif dan negatif kaitanya dengan kematian seperti mazhab sekulerisme yang lebih mempercayai ketidak adanya kehidupan setelah kematian, atau mazhab religious yang mempercai adanya kehidupan setelah mati. Bahkan dalam pandangan psikologi agama, kematian merupakan salah satu media pengerak manusia untuk beragama.
Gambaran-gambaran tentang kematian setidaknya menyadarkan kita tentang keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, akhirnya manusia akan menyadari adanya dzat yang tidak terbatas yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Meskipun sebagaimana manusia, terkadang ada sebuah dinding imajiner yang dibuat oleh pemikiran-pemikiran tentang dunia. Namun, ketika kita coba merenungi dan menginternalisasi diri, bahwa pada realitanya manusia pasti akan mengalami adanya kematian. Maka seharusnya ada penyajian lugas untuk membentuk fondasi spiritualitas keimanan yang kuat.
Penulis : Fauziyatur Rohmah
Referensi:
As-Suyuthi, Imam Jalaluddin bin Kamaluddin. _. Lubab al-Hadist. Surabaya: Toko Imam Press