ALMUHSIN.ID–Pondok Pesantren Salafiyyah Al Muhsin menggelar kegiatan malam tirakatan dalam rangka memperingati HUT RI Ke-79 Tahun dengan tema “Nusantara Baru Indonesia Maju,” Kamis (16/7/20).
Kegiatan malam tirakatan dilaksanakan di aula pondok yang dimulai sehabis isya’ hingga selesai, dengan mauidhoh hasanah oleh Agus Farid Masruri selaku dewan penasihat Pondok Pesantren Salafiyyah Al Muhsin.
Agus Farid Masruri menyampaikan tentang bagaimana cara mensyukuri kemerdekaan di era sekarang. Disampaikan bahwa
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ
“Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia maka dia tidak akan bersyukur kepada Allah.”
Bertepatan dengan HUT RI Ke-79 bahwa bentuk rasa syukur kepada para pejuang dan para syuhada’ yang memperjuangankan kemerdekaaan adalah dengan berkirim doa kepada mereka yaitu dengan diadakannya kegiatan malam tirakatan.
Perjuangan para penjajah yang tidak serta merta karena sanjungan adalah murni rahmat Allah yang disertai dengan berdarah-darah. Jika ada pertanyaan, mengapa para pejuang memperjuangan kemerdekaan padahal meskipun ada penjajah, bangsa Indonesia tetap bisa maju? Para ulama memahami mengenai kewajiban sholat bahwa beribadah tidak akan bisa tenang dalam kondisi terjajah. Maka dari itu, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari mewajibkan jihad bagi rakyat Indonesia. Sebagai mayoritas Islam, tentu mengharapkan anak cucu bisa beribadah dengan tenang dan rasa aman.
Generasi saat ini bisa dibilang terlahir dalam keadaan merdeka sehingga tersisa enaknya dan tidak mengalami masa sulit. Sebagai rasa syukur hendaklah dengan mengingat jasa para pejuang. Dalam kehidupan bernegara, tentu yang paling utama adalah rasa aman, tanpa ancaman senjata dan lain-lain. Di zaman terdahulu pun, Nabi Ibrahim berdoa untuk keamanan kota Makkah
رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ
Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” (QS: Al-Baqarah [2]: 126).
Beliau pun melanjutkan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dikenal sebagai seorang santri yang juga mengajar ngaji. Diceritakan bahwa saat ditangkap oleh penjajah, P. Diponegoro dalam keadaan mengajar ngaji. Di tangan kanan sedang memegang kitab kurasan Fathul Qorib dan di tangan kirinya memegang tasbih. Memang, P. Diponegoro dikenal sebagai salah satu mursyid thariqah. Hal tersebut adalah salah satu contoh bahwa ulama pada zaman dahulu berjuang melawan penjajah di siang hari, lalu mengajarkan ilmu di sore hari. Betapa berat zaman kala itu, dalam situasi perang tapi menyempatkan untuk menyebarkan ilmu.
Berkenaan dengan itu, Agus Farid Masruri menegaskan bahwa di zaman sekarang yang segalanya serba bebas tanpa ada penjajah seharusnya santri tidak menyepelekan mengaji. Atau dengan kata lain jihad santri adalah tekun belajar. Salah satu cara untuk menjaga kemerdekaan khususnya santri adalah menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah dan mengaji dengan sungguh-sungguh. Ngaji itu hendaknya dijadikan sebagai kebutuhan dan jangan sampai meninggalkan ngaji, mumpung masih bisa belajar dengan bebas. Beliau juga menegaskan agar berhati-hati dengan HP, secara tidak sadar generasi saat ini sudah terjajah oleh HP. Bisa dilihat dari kebiasaan setiap harinya yang seakan-akan tidak bisa hidup tanpa HP. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi HP menjadi prioritas di atas yang lain misalnya muthola’ah kitab yang terabaikan. Di penghujung mauidhoh, beliau berpesan kepada para santri, beliau berpesan “Gunakan kemerdekaan dan rasa syukur dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah wabil khusus adalah tholabul ilmi”.
Semoga dengan pesan-pesan yang beliau sampaikan dapat menjadikan kita lebih bisa menjaga diri dan semangat dalam belajar di negeri yang telah merdeka ini. Terutama bagi santri yang juga menyandang gelar mahasiswa, hendaknya niat menuntut ilmu jangan sampai terbalik seperti niat kuliah sambil mondok. Akan tetapi, niatkanlah mondok sambil kuliah. Meskipun kondisi Indonesia sudah tidak dalam kekhawatiran adanya serangan penjajah. Namun, tetap berhati-hati dengan bentuk lain dari penjajahan di zaman modern yang mungkin tidak tampak dalam bentuk pergerakan yaitu kemajuan teknologi. Dengan slogan “Nusantara baru, Indonesia Maju,” mari perbarui niat-niat belajar selama ini yang mungkin belum lillahi ta’ala semata-mata karena beribadah kepada Allah.
Keterangan:
Kurasan adalah istilah untuk kitab kuning yang tidak dijilid atau berupa halaman-halaman kertas cukup lebar dalam susunan yang bisa dibolak-balik dengan kelipatan 4 lembar.
Penulis: Arina Zulfa
Editor: Nihayatuzzain & Salsabila Fithroti Tiftazani